
(Note: Artikel ini adalah bagian dari buku 'MEMAHAMI KASIH KARUNIA ALLAH" versi pdf. Dapatkan buku itu selengkapnya secara gratis di https://drive.google.com/file/d/0B6JezydT9drrSzN1UEQtSHJ4eVU/view?usp=sharing)
Satu hal yang menyedihkan, di kebanyakan gereja Kristen di Indonesia
bahkan di dunia, pola rohani yang dikembangkan ialah “bekerja keras
menyenangkan hati Tuhan”. Fokus ajaran para pendeta setiap minggunya ialah apa yang harus kita lakukan untuk Tuhan,
supaya kita berkenan di mata Tuhan, supaya kita layak di hadapan-Nya.
Bergerak dari pola rohani ini, maka terus menerus yang ditekankan kepada
jemaat ialah ketaatan, ketekunan beribadah, kerelaan membayar harga, kewajiban
mengembalikan persepuluhan, kewajiban melayani, ketaatan pada pemimpin,
bersedia masuk melalui jalan sempit, harus begini dan begitu, dengan satu
kesimpulan: barulah kita akan dimahkotai
dengan keselamatan sorga. Ringkasnya, segala perintah dan kehendak Allah,
itulah yang terus menerus disampaikan dan dituntutkan kepada jemaat. Saya tidak
berkata itu semua bukan kehendak Tuhan. Itu semua kehendak Tuhan! Tapi saya
sedang membongkar kesalahan pola rohani yang melatarbelakangi para pengkhotbah
tentang hal-hal itu.
Itulah sebabnya mimbar jauh dari berita kasih karunia, jauh dari
pemahaman Injil Kristus yang sesungguhnya. Bahkan banyak tudingan dari orang-orang
Kristen kepada pengajaran kasih karunia sebagai pengajaran sesat. Menurut
mereka, pengajaran semacam itu meninabobokan jemaat. Itu susu, kata mereka,
sedangkan jemaat membutuhkan makanan keras. Dalam pikiran mereka, “makanan keras”
adalah khotbah-khotbah yang ketus, yang sinis, yang mengintimidasi dan menekan
jemaat untuk terus berbuat dan berbuat dan berbuat, untuk mencari perkenanan
Tuhan.
Tetapi kita akan mengerti sekarang bahwa ternyata pola rohani semacam
itu terbalik dengan Injil Yesus.
Dengan pola rohani semacam itu, yang terbentuk ialah iman jemaat kepada
kepastian keselamatannya sangat lemah. Mereka kurang percaya bahwa mereka telah
selamat sekalipun mereka telah percaya Yesus. Mereka berjuang keras mengerjakan
segala perintah itu karena mereka ingin memastikan keselamatan itu bisa mereka
peroleh. Tanpa mereka sadari, mereka terjebak di dalam atmosfir Taurat, yang
mengharapkan keselamatan dari perbuatan. Mereka memang mengerjakan firman, tapi
di alam roh, Allah menemukan mereka seperti kaum rodi. Sungguh jauh dari impian-Nya, dimana yang Ia inginkan ialah
anak-anak-Nya yang ceria, yang kagum dan bangga kepada-Nya, yang
melompat-lompat girang dan bersorak-sorai penuh sukacita karena kebaikan-Nya
yang ajaib, sehingga ketaatan yang mereka hasilkan pun berasal dari kasih akan
Dia.
Selain iman akan kepastian keselamatan yang lemah dan tergerus, pola
rohani semacam itu pada faktanya menimbulkan dampak yang buruk di dalam gereja.
Sadar atau tidak, jemaat akan berlomba-lomba menunjukkan kesalehannya di depan
manusia, khususnya di depan pendeta, supaya ia dipercaya untuk melayani. Dalam
bahasa sehari-hari, gejala ini disebut “mencari muka”. Ada roh persaingan antar
sesama pelayan, beradu pengaruh. Begitu pula, akan mudah terjadi kebiasaan
saling menggosip dan mencibir di antara jemaat. Roh persaudaraan sangat rapuh di
bawah naungan hawa semacam itu.
Pola rohani itu juga akan
melahirkan akar kesombongan rohani dan rasa gagah, khususnya di kalangan mereka
yang merasa sudah mengerjakan kehendak-kehendak Tuhan. Ketika mereka telah ditunjuk sebagai pelayan tertentu di gereja, akar
itu segera berkecambah dan makin lama makin tinggi. Mereka membangun gambaran
diri sebagai “Hamba Tuhan” di dalam pikirannya, dalam pengertian “Hamba Tuhan
di hadapan orang biasa/orang berdosa”. Dan selanjutnya yang orang awam rasakan
dari mereka ialah pancaran perasaan lebih gagah, lebih mulia, daripada orang
berdosa di hadapannya. Orang yang kurang “rohani” sangat tidak nyaman duduk di
dekat mereka. Karakter mereka, tanpa mereka sadari, memancarkan intimidasi.
Adapun jemaat yang tidak seberhasil mereka dalam hal menjalankan
disiplin rohani yang dituntutkan itu, umumnya akan bersikap berpura-pura
rohani, supaya mereka tidak disingkirkan dari lingkungan pengaruh. Di gereja,
mereka terlihat kudus. Tapi manakala anda melihat mereka di pasar, anda akan
melihat banyak dari mereka memiliki cara hidup yang tidak ada bedanya dengan
orang yang tidak mengenal Tuhan.
Selebihnya adalah jemaat yang tetap merasa berdosa dan tidak layak di
mata Tuhan. Mereka sadar bahwa mereka belum dapat menjadi pelaku
kehendak-kehendak Allah seperti yang tiap hari minggu dikhotbahkan. Mereka
tidak ingin bersandiwara sok rohani di gereja, karena hati nuraninya. Jadi
mereka hanya duduk di belakang, sebagai pendengar, dalam perasaan bersalah. Tak
ada perkembangan rohani yang baik di dalam mereka.
Seperti itulah umumnya atmosfir kerohanian yang terjadi di banyak gereja
kita. Semua itu menimbulkan keluhan dan ketersandungan bagi orang-orang yang baru
belajar mengenal Tuhan.
Mengapa dampaknya seperti itu, sementara yang diberitakan ialah
kehendak-kehendak Allah? Oleh karena gereja-gereja melupakan sumber kehidupan
dan kekuatan rohnya yang sebenarnya.
Tentu saja kita tahu kehendak Allah, yaitu kasih dan kehidupan kudus,
atau disebut juga buah Roh, dan kita tahu bahwa Dia menghendaki kita menjadi
pelaku dari semua itu. Tetapi inilah yang tersembunyi bagi kebanyakan pendeta
dan umat Tuhan, yaitu hanya ketika kita berakar kuat di dalam iman akan kasih
karunia Tuhan, dengan sendirinya kita akan menjadi pelaku dari semua itu secara
murni. Ketika kita sudah cukup memahami kedalaman dan keajaiban kasih karunia
Tuhan, terbukalah mata roh kita akan
kasih Bapa kepada kita, yang ternyata menjadi asal usul dari semua
kehendak-Nya itu.
Sekarang kita akan singkapkan, bagaimana buah Roh yang manis dan sedap,
sesuai kehendak Bapa itu, justru hanya
dapat dihasilkan oleh orang yang telah mengerti kasih karunia-Nya.
Buah Roh terasa dari perbuatan. Amen? Dari perbuatan kitalah orang dapat
merasakan kasih kita, kemurahan hati kita, pengampunan kita, kelemahlembutan
kita, kerendahan hati kita, kesucian motivasi kita, ketulusan kita, belas
kasihan kita, dan sebagainya. Inilah buah yang Yesus cari dari hidup kita. Itulah
kehendak Allah. Dengan memiliki karakter seperti inilah kita benar-benar
menjadi orang Kristen yang sesungguhnya. Inilah terang itu, yang Tuhan inginkan
bercahaya di hadapan dunia, agar orang-orang terhilang dapat merasakannya.
Dan, segala perbuatan manusia berasal dari hatinya. Amen? Jika perbuatan
itu bukan dari hati, berarti itu hanya refleks saja. Orang melakukan aksi,
maupun memberi reaksi terhadap perbuatan orang lain, semua didorong oleh
hatinya.
Sekarang pertanyaan saya, dari hati yang seperti apakah buah Roh itu
bisa mengalir dengan berlimpah? Dari hati yang merasa tertekan atau hati yang
merasa merdeka? Dari hati yang merasa tertuduh belum layak di mata Tuhan atau dari
hati yang merasa dikasihi Allah? Dari hati yang dikejar-kejar tuntutan
persyaratan untuk selamat atau dari hati yang sudah merasakan indahnya
keselamatan? Dari hati yang dipenuhi ketakutan masuk neraka atau hati yang
dipenuhi damai sorgawi?
Jawabanya jelas: hanya dari hati yang dipenuhi damai sorgawi sajalah
dapat mengalir buah Roh itu secara lancar dan manis.
Pertanyaan besar berikutnya: apakah berita yang memberi damai sejahtera
sorgawi di hati manusia? Apakah berita: “kamu
harus bekerja keras untuk menyenangkan hati Tuhan!”, ataukah berita kasih
karunia Allah? Berita kasih Bapa?
Inilah rahasia besar yang tersembunyi itu: Hanya ketika anda berakar
dalam kasih karunia, yang membuat hati anda penuh dengan sukacita dan damai sorgawi,
maka anda dapat menjadi pelaku kehendak Allah dengan berlimpah-limpah.
Ironisnya, rahasia besar inilah yang tersembunyi karena dipunggungi oleh banyak
pendeta atau para pengkhotbah gereja di seluruh dunia! Bahkan banyak dari
mereka menuduhnya ajaran sesat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar