Rabu, 05 Desember 2012

Hidup Sebagai Anak Allah



Hidup Sebagai Anak Allah

Oleh : Bao Panigoran
Pertama kali diterbitkan di facebook tanggal 5 Juli 2010
Kita sudah terbiasa menyebut diri sebagai anak-anak Allah. Istilah anak Allah, atau anak Tuhan, bahkan adalah istilah sehari-hari kita untuk menyebut saudara kita kristen, khususnya orang kristen yang taat. Memang hal itu benar, sebab Alkitablah yang bersaksi bahwa kita anak Allah, bukan karena pengakuan diri sendiri. 


Kita menjadi anak Allah bukan karena kebaikan kita, bukan karena kita begitu mulia di dunia ini, bukan karena kita tokoh penting, bukan karena kita orang kaya atau golongan-golongan berpengaruh dalam dunia sehari-hari. Kita menjadi anak Allah karena kasih karunia. Sebab setiap orang, besar kecil, miskin kaya, mulia jelata, yang menerima karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib, seketika itu dikuduskan dan resmi menjadi anak Allah. Secara fisik hal itu tidak terlihat, tapi secara roh, ketika kita bertobat dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi, nama kita seketika didaftarkan di surga, terdaftar, sebagai anak Allah, milik Allah, warga Kerajaan Allah. 



Tidak ada cara yang bisa ditempuh manusia untuk mendaftarkan dirinya di surga selain menerima kasih karunia Kristus yang ditawarkan secara gratis di kayu salib. Orang-orang dunia berusaha hidup baik, saleh menjalankan agamanya, taat sembahyang, puasa, dan lain-lain, tapi mereka tidak akan pernah bisa mendaftarkan diri di Buku Kehidupan Surgawi, sebab buku itu ada di tangan Yesus Kristus. Surga terlalu sakral dan kudus sehingga dapat digapai oleh upaya-upaya manusia yang kerdil ini. Tetapi barangsiapa menerima Yesus, Yesus pun menerima dia dan menuliskan namanya di bukuNya dan di surga ia resmi disebut anak Allah. 



Persoalannya, hai engkau anak-anak Allah, apakah kita sudah hidup sebagai anak Allah? 



Allah ialah Dia yang menciptakan dan memiliki segala sesuatu di dalam Yesus Kristus, tidak ada yang seperti Dia dan siapakah yang sanggup berdiri di hadapanNya? Malaikat gemetar oleh hadiratNya, lutut kita goyah bahkan begitu banyak yang ambruk ketika hadiratNya kita rasakan, iblis menggigil, loyo dan lemas ketika merasakan hadiratNya! Siapa lagi yang mampu bertahan di hadapanNya yang maha berwibawa itu? Dan anda, --bisakah anda bayangkan?-- adalah anakNya! 



Anak? Anak yang bagaimana kita ini sebenarnya? Banyak orang tidak mampu merasakan dampak dari julukan itu. Seolah-olah julukan itu terlalu biasa dan tidak memiliki makna apa-apa. Mereka mengiranya hanya kiasan, hanya istilah sastra, gaya bahasa, dan sejenisnya. Tetapi seluruh Alkitab menyatakan dengan pasti bahwa kita adalah anak dalam arti yang SEBENAR-BENARNYA. Anda BENAR-BENAR anak Allah.Jika seorang bapak memiliki tanah, sudah pasti anaknyalah yang menjadi ahli warisnya. Bapa kita, Allah Yang Maha Tinggi, adalah pemilik surga dan bumi ini, dan anda BENAR-BENAR adalah ahli waris atas surga dan bumi ini!! 



Mengapa banyak dari antara kita tidak bisa merasakan dampak dari gelar itu? Faktor penyebabnya ada beberapa. Salah satunya, kita terlalu lama diperhamba oleh dunia, sehingga mental kita masih mental gembel. Anda adalah pangeran, tapi disusui, dididik dan dibesarkan oleh keluarga pengemis di pinggiran kota. Ketika anda kembali ke istana, sudah pasti watak kerdil anda terbawa-bawa. Anda hanya bisa pulih apabila anda mau berubah, berubah dalam cara berpikir, cara merasa, cara merespon segala sesuatu. Jika tidak, anda akan tetap menjadi pangeran yang mentalitasnya gembel jalanan. 



Bayangkanlah anda anak Presiden yang berkuasa sekarang. Bagaimanakah anda akan hidup? Fasilitas apakah yang anda peroleh? 



Seorang anak presiden memdapat fasilitas puluhan pengawal Paspampres. Jadi kemanapun ia pergi, ia tidak perlu takut, sebab ada puluhan pengawal yang berjaga-jaga untuk keselamatannya. Sebagai anak Allah, mengapa anda terlalu takut akan bahaya? Tidak tahukah anda bahwa anda dikawal oleh malaikat-malaikat Allah? 



Boleh jadi suatu hari anak presiden melakukan kesalahan atau mengalami masalah. Mungkin ia telah menabrak gerobak seorang pedagang, dan orang-orang kampung yang tidak mengenalnya menuntut ganti rugi, dan kebetulan ia tidak membawa uang. Tapi tentu saja ia dengan mudah bisa menelpon bapaknya di istana untuk melapor dan minta tolong. Boleh saja bapaknya akan bilang: "Kamu sih, sudah bapak bilang jangan jauh2 dari pengawal2, karena mrk itu membawa hadirat bapak, tapi kamu ini bandel. Sudah bapak larang jangan ugal-ugalan di jalan, tapi masih saja berontak!" Tapi sudah jelas sang presiden akan mengirimkan petolongan eksklusif bagi anaknya itu. Dan anaknya boleh beljar dari pengalaman itu. tapi apapun, ia tentu tidak akan kawatir, sebab bapaknya siap menolongnya setiap saat. 
Sebagai anak Allah, mengapa anda begitu kawatir dan putus asa ketika ditimpa sebuah masalah? Bukankah anda dengan mudah, tanpa sensor, dapat langsung "menelepon" Bapa kita di surga? 



Presiden mungkin membekali anaknya dengan uang kantong harian sejumlah tertentu, setiap hari. Jadi ia tidak akan pernah ragu bila harus menyumbangkan seluruh uang kantongnya hari itu pada seseorang yang membutuhkan, karena sudah pasti besok ia mendapat uang kantong lagi. Sebagai anak Allah, mengapa anda hanya berani memberi uang receh seolah-olah anda adalah anak dari seorang tukang becak yang kembang kempis? 



Jika anak presiden merasa terganggu oleh pengamen-pengamen yang begitu berisik di sekitar meja makannya, ia mudah berkata: "Hei, enyahlah dari sini sekarang juga!" Ujarannya itu adalah perintah bagi pengawal-pengawalnya, dan tentu mereka akan bertindak menghalau para pengamen itu. Sebagai anak Allah, mengapa anda tidak menyadari otoritas anda dalam mengusir setan dan sakit penyakit? Mengapa anda mengahrdik dengan menggigil atau sangsi dan ragu-ragu? Bukankah Allah sudah berkata: apa yang kau ikat di bumi, terikat di sorga? Bukankah itu kepastian bahwa setiap ucapan anda, sebagai anak Allah, adalah perintah bagi pasukan-pasukan surgawi? 



Anak presiden sadar bahwa setiap tindakannya bisa mendatangkan aib bagi bapaknya. Mengapa anda tidak mengendalikan diri dan tindakan-tindakan anda seolah anda adalah anak dari seseorang yang tidak berharga diri? 



Anak presiden akan menjauhi pergaulan yang cemar, cabul, hitam, agar bapaknya tidak malu. Sebagai anak Allah, mengapa anda masih mempertahankan pergaulan dengan dunia sejenis itu? 



Anak presiden sadar bahwa ia harus selalu ramah, menahan lidah dari kata-kata sembrono, menjaga dirinya dari canda-canda porno, menjaga mulutnya dari kebiasaan bersungut-sungut, agar dengan demikian, orang-orang memuji bapaknya dengan berkata: "memang dia ini pantas menjadi anak Presiden, dan Presiden berhasil mendidiknya!" Sebagai anak Allah, mengapa anda gemar berbicara serapah, sembrono, cabul, mudah marah, dan mudah bersungut-sungut seolah-olah anda ini anak dari seorang preman terminal? 



Saudara dalam Kristus. Mari kita mulai menghayati hidup sebagai anak Allah. Mungkin dulu kita dibesarkan oleh jalanan, terpisah dari istana di surga mulia darimana kita berasal, tapi sekarang kita sudah kembali kesana sebagai pangeran dan putri bagi Allah. 



Jangan lihat keadaan bendawi kita sekarang. Jangan memandang dirimu hina karena keadaan duniawimu. Kita ini anak sungguhan Allah, dan kita mewarisi segala kebaikan yang dimiliki Bapa kita. Jangan memandang dirimu sebagaimana dunia ini memandangmu. Tapi lihatlah dirimu sebagaimana Bapa memandang dirimu, sebab itulah yang nyata dan benar. 



Mari berpikir sebagamana seharusnya anak Raja segala raja berpikir. Mari merasa sebagaimana anak Presiden segala presiden merasa. Mari merespon segala sesuatu sebagaimana mestinya anak Allah merespon. Mari mulai berbicara sebagaimana mestinya anak Allah berbicara. Sadarilah fasilitas-fasilitas kita sebagai anak Allah, dan sadarilah juga otoritas-otoritas settiap ucapan kita. Dan anda akan merasakan kemenangan demi kemenangan dalam hidup maupun pelayananmu. 



Jesus menyertai kita, sekarang dan selamanya!

1 komentar:

  1. Shallom. Saya ingin mengenal lebih dekat dengan penulis artikel ini. boleahkah ?

    BalasHapus