Rabu, 05 Desember 2012

Lidah Yang Tajam


Lidah Yang Tajam

Bao Panigoran
Pertama kali diterbitkan di facebook tanggal 1 September 2010
Yakobus 1 : 26
Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri,maka sia-sialah ibadahnya.

Ada banyak dimensi dalam kehidupan kekristenan . Ada kepastian keselamatan, kekudusan hidup, iman yang memindahkan gunung, karunia-karunia Roh, penyertaan Tuhan, berkat dan janji-janji Allah, tetapi yang tak kalah penting, bahkan mungkin yang terpenting, adalah perubahan karakter.

Saya kurang tahu ada berapa puluh persen Alkitab berbicara tentang perubahan karakter, tetapi setiap saya membaca, terlebih surat-surat para rasul, nyaris seluruh tema-temanya berbicara tentang hal itu. Jadi perubahan karakter, dari yang buruk menjadi karakter manusia baru, adalah indikator terbesar untuk menilai seberapa benar saudara telah lahir baru.

Karakter ditampilkan oleh lidah dan gerak gerik (bahasa tubuh), tetapi paling dominan adalah oleh lidah.

Dan saya merasa, oh saya yakin, salah satu yang paling mengecewakan Yesus dari gerejaNya di Indonesia adalah lidah yang sangat pedas dan tajam, bukan hanya di kalangan jemaat biasa, tapi bahkan di komunitas hamba-hamba Tuhan. Terlalu banyak. Sungguh, kita di Indonesia terlalu mengecewakan Bapa!

Suatu sore saya menghadiri acara natal kaum ibu di sebuah gereja lokal. Pendetanya cukup terkenal di kota kami. Sebagai tuan rumah yang baik, tentu ia tidak ingin hadirin merasa tidak nyaman, sebab natal kali ini dihadiri utusan kaum ibu dari banyak gereja sekota.Tak seperti yang diharapkan, ternyata listrik mati hanya belasan menit setelah acara dimulai. Lampu, kipas angin, AC dan sound system mati semua. Ruangan yang sesak menjadi gerah, berisik, dan tidak hikmat lagi. Hadirin sibuk berkipas-kipas, gelisah. Acara selanjutnya hanya diterangi lilin. Kebetulan saya berdiri di dekat pendeta tuan rumah itu, yang memakai jas natal yang mahal dan anggun, dekat teras gereja. Ia sangat gusar, tak henti-henti mengomel dan menggerutu, dengan kata-kata kasar, mengata-ngatai PLN, bahkan merembet ke seluruh sistem di negara ini, habis ia kata-katai. Rupanya mereka tidak mempersiapkan genset karena telah membayar sejumlah uang kepada orang dalam PLN yang menjamin bahwa listrik di sekitar gereja itu tidak akan dipadamkan. Pedas sekali umpatannya itu sampai saya tak tahan mendengarnya. Dia pendeta yang cukup berpengaruh disini.

Ada lagi seorang pelayan yang sangat berpengaruh di gerejanya, biasa melayani sebagai worship leader yang menyala-nyala. Di gereja setiap hari minggu, ia salah seorang yang paling banyak menerima jabat tangan dan angguk hormat dari jemaat. Tapi di lingkungan tetangganya, ia memiliki reputasi yang sangat buruk. Semua tetangga muak kepadanya. Dia terkenal judes, fanatik, gemar men-ciih!-kan tetangga-tetangganya yang belum lahir baru. Ia ogah terlibat dalam pergaulan sosial sekitar rumah, sepertinya mereka semua najis di matanya. Ia sangat tidak ramah. Lidahnya tajam, keras, pedas. Ia dikenal angkuh, semua orang tidak nyaman bertetangga dengannya.

Di tempat lain, ada seorang pendeta yang suka tertawa sinis, puas, dengan nada menghina, ketika salah seorang pendeta yang dihitungnya sebagai saingan, mengalami masalah.

Di tempat lain lagi ada seorang hamba Tuhan yang pandai berkotbah, tetapi dalam hidup sehari-hari lidahnya mudah menghamburkan kata-kata pedas yang menyakiti perasaan teman bicaranya.

Di tempat lain lagi ada pemimpin kaum muda gereja yang memimpin dengan arogan, lidah judes, suka memerintah, suka berteriak, suka membentak, cerewet, dan orang-orang muda binaannya sering gugup dan takut bicara dengannya.

Di tempat terpisah saya melihat pelayan-pelayan gereja sedang berkumpul bercanda. Mereka tertawa-tawa, tetapi yang mereka bicarakan adalah pendetanya, istri pendetanya, atau jemaat tertentu, dengan suasana melecehkan, seolah yang dibicarakan itu badut konyol. Terkadang mereka juga saling melempar joke porno, dan sama-sama terbahak-bahak. Ketika ibadah minggu berlangsung, mereka begitu tampak kudus di panggung gereja. Luar biasa!

Belasan kali, bahkan sering kali, saya berdiri dekat-dekat hamba-hamba Tuhan besar, terhormat dan terpandang, dipuji-puji jemaat, berbalutkan jas mahal dan tubuh wangi, tapi tiba gilirannya, mereka dengan mudah mengumpat, memaki, menuding, menyerang, mengintimidasi, menggerutu, mengomel-ngomel dengan lidah yang pedas dan tajam. Luar biasa!

Belum termasuk isitri-istri atau anak-anak pendeta yang arogan, bertingkahlaku bak bangsawan yang harus disanjung, berlidah pedas dan sinis.

Belum termasuk para gembala yang gemar berkotbah dengan membentak-bentak jemaat, menelanjangi dosa mereka di muka umum, dengan menyebut nama ataupun mengarahkan ke nama tertentu, dari atas mimbar.

Apakah ada di antara saudara seperti itu? Ataukah saudara pernah melihat hal-hal yang sama di kota anda? Jika saudara melihat juga, mari mulai sekarang kita harus menangis, sebab fakta itu ada di seluruh gereja se-Indonesia, mulai Sabang sampai Merauke, mulai dari Jakarta sampai daerah terpencil.

Bapa kita tidak puas dengan gerejaNya di negeri ini. Dari atas tahtaNya di surga, Ia memandang dengan wajah muram ke arah bangsa kita. Tentu saja saya tidak mengatakan semuanya begitu. Tetapi amat banyak kita temukan Farisi di dalam gereja.

Saudaraku. Dengan sungguh saya memohon, perhatikanlah dengan cermat bagaimana engkau hidup. Koreksilah hatimu terus menerus, koreksi dan koreksi. Kekang dan kekanglah lidahmu dengan keras. Jikapun engkau harus menjadi pendiam, itu lebih baik daripada menghamburkan kata-kata pedas. Jika tidak, ibadahmu, jasa-jasamu, semua akan sia-sia!

Jangan hitung jasa-jasamu, saudara. Mungkin kita telah menyumbang ratusan juta setiap tahun ke gereja. Mungkin kita memiliki riwayat perjalanan keliling Indonesia demi Injil yang mengagumkan. Mungkin ada ribuan jiwa yang telah kita pertobatkan. Mungkin ada begitu banyak buku rohani, artikel renungan, lagu-lagu rohani, dan sebagainya yang telah kita hasilkan dan semua itu memberkati ribuan bahkan jutaan anak-anak Tuhan di seluruh Indonesia. Mungkin tak terbilang jumlah fakir miskin yang telah kita sumbang. Mungkin terdapat daftar mukzizat kesembuhan yang begitu banyak yang telah terjadi selama pelayanan kita. Mungkin kita adalah pembicara seminar rohani yang telah berkeliling dunia. Mungkin ada lagi jasa ini dan jasa itu yang telah kita persembahkan bagi Kerajaan Allah. Tapi semua itu tidak berguna bagi kita jika Allah menemukan hati kita hati yang berbisa. Ketika kita menutup mata, kita akan terpukul karena ternyata Yesus menutup pintu dan mengusir kita: “Enyahlah hai pembuat kejahatan! Aku tidak mengenalmu!” Dan saat itu kita akan sangat tak percaya, dan menggeleng-geleng dengan hati getir: “Yesus, bukankah selama ini Engkau yang telah mengurapi pelayananku? Bukankah selama ini suaraMu yang membimbing aku? Bukankah aku telah menerima berkat-berkat materi yang berkelimpahan dariMu? Bukankah selama hidupku akau telah menciptakan banyak lagu rohani yang memuji namaMu? Bukankah telah begitu banyak buku maupun tulisan yang kubuat dan itu memberkati ribuan orang? Bukankah oleh kuasaMu melalui tanganku, ada begitu banyak mukzizat kesembuhan yang terjadi dalam pelayananku? Bukankah aku telah menyumbangkan begitu banyak uang guna kerajaanMu? Bukankah begini bukankah begitu?”Tetapi Tuhan akan menjawab. “Ketika Aku haus dan meminta air, engkau memaki Aku. Ketika Aku bersalah dan telah minta maaf padamu, engkau mengutuki Aku. Ketika Aku lapar dan telanjang, engkau mentertawakan aku sebagai orang yang dikutuk Tuhan. Ketika Aku dilanda musibah, engkau mengejek-ejek Aku. Ketika Aku miskin, engkau menghina Aku bukan anak Tuhan. Ketika Aku tidak menyenangkan egomu, engkau mengata-ngatai Aku, memaki Aku dan menghamburkan kata-kata kejam padaKu.”

Saudaraku dalam Tuhan. Mari kita hidup bagi Bapa. Selamilah hati Bapa. Ia sangat mengasihi semua orang, baik saudara kita, maupun mereka yang belum selamat. Dan Ia ingin kasihNya itu terpancar melalui kita. Allah sangat berharap banyak pada kita. Ia telah menebus kita dari kegelapan agar kita menjadi terang bagi kegelapan itu. Ia sangat ingin kita sadar bahwa kita ini adalah utusan-utusanNya, untuk memberitahu dunia akan cintaNya yang besar itu. Bapa ingin kita berbuah dalam kasih. Dia ingin kita hidup dengan mengenakan karakter Yesus, manusia baru kita.

Kasih itu mengampuni. Kasih itu sabar. Kasih itu rendah hati. Kasih itu penuh pengertian terhadap kelemahan orang lain. Kasih itu tidak melukai perasaan orang lain. Kasih itu mengalah. Kasih itu lemah lembut. Kasih itu mendorong semangat. Kasih itu menghibur. Kasih itu menguatkan yang lemah.

Berkat adalah fasilitas. Karunia Roh adalah fasilitas. Otoritas kuasa adalah fasilitas. Pekerjaan, jabatan, kekayaan, adalah fasilitas. Kesehatan adalah fasilitas. Fasilitas-fasilitas untuk mempermudah kita mengerjakan tugas dinas kita. Apakah tugas dinas kita sebagai utsan-utusan sorga? Menjadi terang, menjadi garam, menjangkau jiwa.Dengan terus mengingat bahwa kita adalah utusan-utusan dari surga, maka kita akan mampu membebaskan diri dari segala ikatan yang ada di dunia ini. Kita diutus untuk memancarkan kasih Bapa yang telah ditaruh di hati kita kepada setiap orang di dunia ini, tanpa pandang bulu.

Kita menjadi garam melalui keterlibatan sosial kita. Kita menjadi terang melalui karakter kita. Dan semua itu harus berasal dari hati yang murni dan lembut, hati yang berserah penuh kepada Bapa. Dan melalui hati yang tunduk pada kehendak Bapa, yaitu untuk hidup dalam prinsip-prinsip kasih, kita akan memancarkan buah-buah Roh melalui lidah kita. Lidah kita menjadi bukti paling otentik benarkah kita hidup dalam ajaran kasih Bapa atau tidak. Jika tidak, ranting-ranting yang tidak berbuah itu akan dipangkas juga dan dibuang ke dalam api. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar